Share

Sekolah dan Aksi Kebaikan

Mentari.or.id-Pendidikan karakter menurut Afifah (2021: 105), merupakan gerakan nasional untuk menciptakan anak didik yang beretika, bertanggung jawab, dan peduli melalui pendidikan di sekolah. Pendidikan karakter bukanlah sekedar mengajarkan baik buruk, benar salah, melainkan upaya penanaman nilai-nilai positif melalui pembiasaan-pembiasaan (habitutation). Makna lain pendidikan karakter melingkupi pengetahuan yang baik (moral knowing), perasaan yang baik atau loving good (moral feeling) dan prilaku yang baik (moral action). Ini dapat difahami bahwa prilaku baik (aksi baik) berawal dari pengetahuan yang baik dan perasaan yang baik.

Secara naluriah setiap manusia cendrung untuk melakukan kebaikan, sebaliknya juga setiap orang senang akan datangnya kebaikan pada dirinya, lingkungan masyarakat tempat ia hidup, dan kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik tempat ia berpijak sebagai bagian dari komunitas hidup.

Tentu sekolah atau madrasah dan sebutan lainnya, merupakan institusi yang paling dominan dalam pembentukan karakter positif (kebiasaan baik), selain keluarga.

Satu dari sekian negara yang bisa disebut memiliki pendidikan yang berkualitas adalah negara Irlandia. Satu hal yang perlu diketahui adalah Pekerjaan Rumah (PR) di negara ini bukanlah berbentuk soal-soal yang harus dikerjakan atau sesuatu yang bersifat pengetahuan, melainkan lebih kepada pembentukan karakter dan sikap. Maksudnya di negara ini pekerjaan rumah berbentuk kebiasaan baik apa yang ia lakukan di rumah. Semisal hari Senin misalnya sikap baik terhadap diri sendiri (mandi, merapikan tempat tidur, marapikan ruang belajar, dan lainnya), hari berikutnya membantu ibu di rumah (mencuci piring, menyapu lantai, dan lainnya), lalu bersikap baik di lingkungan (membersihkan lingkungan, menyiram tanaman, dan lainnya).

Makna lain, kesuksesan dan kebersihan seseorang siswa dalam pendidikan bukan diukur dari angka-angka di atas kertas belaka, melainkan sejauhmana perubahan sikap menuju sikap baik “karakter positif anak” tumbuh dan berkembang melalui pendidikan.

Bukankah ini yang telah diimplementasikan oleh KH. Ahmad Dahlan saat mengajarkan surat al maun yang tidak sekedar hafal dan faham, melainkan dipraktekkan dengan melakukan kebaikan, hingga hasilnya dapat kita lihat hari ini dengan AUM kesehatan, AUM sosial, serta majelis dan lembaga yang konsisten dengan upaya tolong-menolong dalam kebaikan, yang belakangan dikenal dengan teologi al maun, al asr, dan seterusnya.

Lalu bagaimana dengan sekolah dan lembaga kita? Masihkah pengetahuan menjadi perioritas kualitas atau karakter baik? Sementara perkembangan dunia telah menjadikan karakter menggeser pengetahuan dalan mengukur kesuksesan!

M. Yazid Mar’i

Loading

You may also like